KABUPATEN BEKASI, DN-II Transparansi pengelolaan keuangan daerah kembali menjadi sorotan tajam. Dalam rilis terbaru, Ali Sofian menyatakan bahwa Rajawali News berkomitmen mengawal pemberantasan korupsi, selaras dengan temuan BPK RI Perwakilan Jawa Barat mengenai disparitas ekstrem dalam alokasi anggaran dan rasio belanja yang tidak sehat. (7/12/2025).
Berikut adalah ringkasan data anggaran yang memicu kontroversi:
Badan Daerah Total Anggaran (A) Belanja Operasi (BO) Belanja Modal (BM)
BPKD (Keuangan) Rp1.131 Triliun N/A N/A
BPBD (Bencana) Rp21.2 Miliar 91.85% (Rp19.47 M) 8.15% (Rp1.73 M)
Bapenda (Pendapatan) Rp193.2 Miliar 96% (Rp185.5 M) 4% (Rp7.7 M)
1. “Kotak Hitam” Rp1,1 Triliun di BPKD
Muncul pertanyaan besar mengapa pos anggaran BPKD sebagai entitas administratif mencapai lebih dari Rp1,1 Triliun. Angka ini hampir enam kali lipat dari gabungan empat badan lainnya.
Publik mempertanyakan porsi riil belanja internal pegawai dibandingkan dengan dana pass-through (Belanja Transfer/BTT). Tanpa rincian yang jelas, alokasi triliunan rupiah ini berisiko menjadi “kotak hitam” yang rawan inefisiensi dan sulit diawasi secara mendetail.
2. Krisis Prioritas: Operasional vs Keselamatan Nyawa
BPBD, yang bertanggung jawab atas mitigasi bencana (banjir, kekeringan, dsb), hanya mengalokasikan 8,15% (Rp1,73 Miliar) untuk belanja modal seperti alat berat, perahu karet, dan sistem peringatan dini.
Analisis: Rasio Belanja Operasi sebesar 91,85% menimbulkan kecurigaan bahwa anggaran habis hanya untuk gaji, perjalanan dinas, dan administrasi perkantoran. Ini adalah bentuk trade-off berbahaya antara kenyamanan birokrasi dan keselamatan publik. Apakah Rp1,73 Miliar cukup untuk memitigasi bencana di seluruh Kabupaten Bekasi tahun 2025?
3. Efektivitas Bapenda dalam Sorotan
Dengan belanja operasi mencapai 96% (Rp185,5 Miliar), Bapenda dituntut membuktikan efektivitas dana tersebut dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika mayoritas dana habis untuk internal (honor kegiatan/sosialisasi), maka kontribusi riil terhadap penemuan potensi pajak baru patut dipertanyakan.
4. Dampak Buruk Bagi Masyarakat
Masyarakat Bekasi adalah pihak yang paling dirugikan. Saat bencana melanda, respon BPBD berpotensi lambat karena keterbatasan peralatan. Di sisi lain, kegagalan optimalisasi PAD menghambat pembangunan infrastruktur dasar yang sangat dibutuhkan warga.
Tuntutan dan Aksi Nyata
Merespon temuan ini, kami mendesak langkah konkret sebagai berikut:
Audit Kinerja Ketat: BPK dan DPRD harus melakukan audit terhadap rasio belanja modal BPBD dan mengevaluasi alokasi pada APBD Perubahan 2025.
Transparansi Rincian Komponen: Mendesak Pemkab Bekasi mempublikasikan rincian komponen terbesar anggaran BPKD (Transfer & BTT) agar terpisah dari biaya operasional internal.
Re-Alokasi Dana: Menuntut DPRD memastikan pergeseran dana dari belanja operasi ke belanja modal (investasi peralatan bencana) demi kepentingan masyarakat luas.
Laporan Akuntabilitas Bapenda: Mendesak Bapenda menyajikan LAKIP yang merinci korelasi antara belanja Rp185,5 Miliar dengan target capaian kepatuhan wajib pajak.
Tim Redaksi Prima
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
