Jakarta, DN-II Dunia pengelolaan keuangan daerah kembali diguncang isu miring. Pimpinan Rajawali News & Penasehat TRP, Ali Sofian, melontarkan kritik keras terhadap Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKD) terkait temuan janggal dalam draf laporan keuangan yang diduga kuat mengandung unsur maladministrasi hingga indikasi korupsi. (8/12/2025).
1. Titik Krusial: Tragedi Angka di Balik Laporan BPK
Ali Sofian menyoroti ketimpangan ekstrem pada pos Pendapatan Transfer. Dalam draf resmi yang merujuk pada audit BPK, ditemukan kejanggalan pada angka Rp 357,2 Miliar.
Anomali Data: Penurunan pendapatan yang seharusnya dicatat sebagai nilai negatif (-), justru dicatat sebagai angka positif (+) atau ‘Bertambah’.
Implikasi: Kesalahan yang terlihat sepeleโyakni lupa mencantumkan tanda minusโberakibat fatal pada perhitungan akhir kas daerah.
2. Misteri Rp 122 Miliar yang Menguap
Selain angka Rp 357 M, terdapat sorotan pada fluktuasi data sebesar +164% yang tiba-tiba berubah menjadi Rp 0, serta penyusutan sebesar -25%. Perubahan drastis ini dinilai bukan sekadar salah input, melainkan bentuk kegagalan sistemik dalam audit internal BPKD.
3. Pernyataan Keras: “Bukan Sekadar Salah Ketik”
“Ini bukan sekadar draf anggaran yang keliru, ini adalah matematika yang gagal total! Kesalahan fatal ini mengindikasikan upaya untuk menggarong uang rakyat dengan kedok kelalaian administrasi,” tegas Ali Sofian.
Pihak Rajawali News dan TRP menilai rendahnya akuntabilitas di tubuh BPKD ini sebagai celah lebar bagi praktik korupsi. Bagaimana mungkin institusi yang mengelola aset daerah gagal dalam logika matematika dasar jika tidak ada maksud tertentu di baliknya?
4. Tuntutan dan Langkah Hukum
Atas temuan ini, Tim Redaksi Prima dan koalisi TRP menyatakan tidak akan tinggal diam. Poin-poin langkah selanjutnya meliputi:
Audit Investigatif: Mendesak dilakukannya audit ulang yang independen dan transparan.
Langkah Hukum: Membawa bukti-bukti kesalahan input dan fluktuasi angka misterius ini ke ranah hukum.
Pengawalan Publik: Mengajak masyarakat untuk memantau aliran dana daerah agar tidak “menguap” ke kantong tikus-tikus birokrasi.
Kesimpulan:
Skandal ini menunjukkan bahwa transparansi bukan sekadar memajang angka, melainkan mempertanggungjawabkan setiap digitnya. Jika kesalahan Rp 357 Miliar dianggap sebagai “human error” biasa, maka integritas keuangan daerah sedang berada di titik nadir.
Opini:
Tim Redaksi Prima
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
