Brebes, DN-II Praktik penarikan dana pendidikan di SMPN 3 Brebes kini menuai sorotan tajam. Aktivis sosial sekaligus perwakilan wali murid, Muhammad Tangguh Pahari, secara terbuka membantah klaim pihak sekolah yang menyebut pungutan tersebut menerapkan sistem subsidi silang bagi siswa tidak mampu.
Tangguh menilai pernyataan Kepala Sekolah tersebut tidak lebih dari upaya menutupi fakta yang terjadi di lapangan.
“Klaim subsidi silang itu bohong besar. Fakta di lapangan menunjukkan siswa dari keluarga berpenghasilan rendah tetap dipaksa membayar dengan nominal yang sudah ditentukan,” ujar Tangguh dalam keterangan resminya kepada media, Detik-Nasional.com Kamis, (25/12/2025).
Temuan di Lapangan: Tekanan pada Keluarga Prasejahtera
Dalam investigasinya, Tangguh membeberkan bukti adanya tekanan dari oknum guru terhadap siswa yang orang tuanya hanya berpenghasilan Rp1,3 juta per bulan. Siswa tersebut diwajibkan membayar iuran bulanan sebesar Rp100.000 serta uang Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mencapai Rp850.000.
“Bahkan ada temuan di kelas 8, seorang siswa masih ditagih kekurangan Rp100.000 meskipun sudah menyetor Rp400.000. Karena keluarga tersebut benar-benar tidak mampu, akhirnya saya pribadi yang melunasi agar siswa tidak terus tertekan,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa esensi sumbangan telah hilang ketika pihak sekolah menentukan angka dan jangka waktu pembayaran. “Sumbangan itu seharusnya sukarela. Jika nominalnya dipatok dan bersifat wajib, itu bukan lagi sumbangan, melainkan pungutan liar (pungli),” tegas Tangguh.
Benturan Aturan dan Payung Hukum
Praktik yang terjadi di SMPN 3 diduga kuat menabrak sejumlah regulasi pendidikan yang berlaku, di antaranya:
Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah: Menegaskan bahwa penggalangan dana hanya boleh dalam bentuk bantuan atau sumbangan yang bersifat sukarela, tidak mengikat, serta tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktunya.
Permendikbud No. 44 Tahun 2012: Melarang satuan pendidikan dasar (SD dan SMP) yang menyelenggarakan program wajib belajar untuk memungut biaya satuan pendidikan.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas: Menjamin hak warga negara mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi finansial.
Desak Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum Bertindak
Atas temuan tersebut, Muhammad Tangguh Pahari mendesak instansi berwenang untuk segera melakukan audit dan investigasi menyeluruh terhadap manajemen SMPN 3.
“Kami meminta Inspektorat, Kejaksaan, dan pihak Kepolisian untuk memeriksa aliran dana sumbangan ini. Ada unsur paksaan dan dugaan pemerasan. Banyak wali murid yang takut bersuara karena adanya intimidasi terhadap anak-anak mereka di sekolah,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan adanya paksaan pembayaran terhadap siswa tidak mampu tersebut.
Reporter: Teguh
Editor: Casroniย
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
