MERANGIN, DN-II Kewibawaan Pemerintah Kabupaten Merangin kini berada di titik nadir. Operasi penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan Dam Betuk yang digelar awal Desember lalu kini menuai polemik. Alih-alih memberikan solusi permanen, operasi tersebut dicap publik sebagai proyek seremonial yang hanya menghamburkan anggaran negara. (26/12/2025)
Anggaran Fantastis, Hasil Miris
Publik mulai mempertanyakan transparansi penggunaan dana taktis operasional yang ditaksir mencapai Rp 200 juta. Anggaran sebesar ituโyang dialokasikan untuk logistik, bahan bakar, hingga penyewaan alat berat dari luar daerahโdianggap tidak berbanding lurus dengan hasil di lapangan.
Dari total 60 rakit yang terpantau beroperasi, tim gabungan hanya mampu mengamankan 24 unit. Rasio keberhasilan yang rendah ini memicu spekulasi liar di tengah masyarakat: Apakah ada kebocoran informasi sebelum tim turun ke lokasi?
Hanya “Libur” 21 Hari
Operasi yang dipimpin langsung oleh Wakil Bupati Merangin, Drs. H. Abdul Khafidh, M.M., pada 3 Desember 2025 lalu, terbukti gagal menciptakan efek jera (deterrent effect). Berdasarkan laporan per 24 Desember 2025, para penambang sudah kembali beraktivitas secara normal.
Jeda waktu yang tidak sampai satu bulan ini menjadi bukti telak bahwa pemerintah daerah tidak memiliki strategi pasca-penertiban (post-operation) yang matang. Tanpa adanya pengawasan berkelanjutan, operasi tersebut tak lebih dari sekadar “masa libur” singkat bagi para pelaku perusak lingkungan.
Tumpul ke Cukong, Garang di Depan Kamera
Kritik keras juga datang dari aktivis lingkungan. Mereka menilai pemerintah hanya berani merusak rakitโyang secara teknis sangat mudah dibangun kembali oleh pelakuโnamun tampak enggan menyentuh aktor intelektual atau pemodal (cukong) yang berada di balik layar.
“Sangat disayangkan jika dana rakyat Rp 200 juta hanya digunakan untuk memberi jeda istirahat bagi perusak lingkungan. Ini bukan penegakan hukum yang substansial, melainkan pemborosan anggaran,” ungkap salah satu tokoh masyarakat setempat.
Desakan Audit Transparansi
Menanggapi kegagalan ini, muncul desakan kuat agar Inspektorat atau lembaga audit terkait segera melakukan Audit Transparansi Anggaran.
Pemerintah daerah dituntut untuk tidak membiarkan aset wisata seperti Dam Betuk hancur secara perlahan. Masyarakat menegaskan bahwa uang negara tidak boleh terus mengalir untuk operasi-operasi yang sifatnya “kosmetik”โtampil gagah di depan kamera media, namun tumpul dan tidak berdaya dalam pelaksanaan teknis di lapangan.
Red/Gondo Irawan
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
