BANDA ACEH, DN-II Proyek peningkatan saluran drainase di Gampong Peuniti, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, memicu polemik. Pekerjaan yang terpantau pada 26 Desember 2025 tersebut diduga kuat dikerjakan tidak sesuai spesifikasi teknis (as-built drawing), yang berpotensi merugikan keuangan daerah dan kepentingan publik.
Proyek di bawah naungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banda Aceh ini bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2025 dengan nilai pagu mencapai Rp2,23 miliar. Namun, besarnya anggaran dinilai tidak berbanding lurus dengan kualitas fisik di lapangan.
Keluhan Teknis dan Dugaan Pelanggaran
Warga setempat melaporkan adanya kejanggalan pada kedalaman parit yang tidak seragam serta kualitas material beton yang diragukan. Kondisi ini dinilai melanggar prinsip dasar pengadaan jasa konstruksi.
Secara hukum, ketidaksesuaian spesifikasi ini dapat berbenturan dengan:
UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi: Pasal 59 mewajibkan penyelenggara jasa konstruksi mematuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan. Jika gagal bangunan terjadi akibat kelalaian spesifikasi, penyedia jasa dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.
Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Mengatur bahwa setiap pekerjaan harus dilaksanakan sesuai dengan kontrak dan spesifikasi teknis yang telah disepakati untuk menjamin efektivitas penggunaan uang negara.
“Kalau dilihat sekilas saja sudah tampak tidak rapi. Kami khawatir parit ini tidak bertahan lama dan tetap menyebabkan genangan,” ujar salah seorang warga Peuniti.
Lemahnya Pengawasan dan Hak Partisipasi Masyarakat
Tokoh masyarakat menilai pengawasan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Konsultan Pengawas sangat minim. Padahal, berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak mengetahui detail penggunaan dana publik.
Selain itu, PP No. 43 Tahun 2018 memberikan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta dalam pencegahan tindak pidana korupsi melalui pengawasan pengerjaan proyek pemerintah.
“Mengingat anggaran yang digunakan cukup besar dan bersumber dari uang rakyat, kami mendesak Pemkot Banda Aceh melakukan evaluasi menyeluruh. Jika terbukti ada manipulasi spesifikasi, kontraktor harus melakukan bongkar pasang kembali sesuai kontrak,” tegas salah satu tokoh masyarakat.
Urgensi Audit Lapangan
Jika dugaan warga terbukti, kontraktor pelaksana terancam sanksi Daftar Hitam (Blacklist) dan kewajiban pengembalian kerugian negara sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal ini sejalan dengan upaya penegakan integritas dalam pembangunan infrastruktur daerah.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas PUPR Kota Banda Aceh maupun kontraktor pelaksana belum memberikan keterangan resmi terkait keluhan teknis dan tuntutan warga tersebut.
Tim Prima
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
