TANGERANG, DN-II Proyek pembangunan RSUD Panunggangan Barat senilai Rp30 miliar kini tengah berada di bawah radar publik. Bukan karena progres fisiknya, melainkan lantaran proses tendernya yang dinilai sarat kejanggalan struktural. Kabar mengenai atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap panitia tender menjadi sinyalemen kuat bahwa ada yang “tidak beres” dalam dapur pengadaan Pemerintah Kota Tangerang.
โIndikasi Persaingan Semu
โFenomena ini bukan sekadar proses lelang biasa, melainkan diduga kuat merupakan praktik Persaingan Semu. Dari total 68 perusahaan yang mendaftar, 66 di antaranya langsung “tersapu bersih” dari meja evaluasi tanpa alasan akuntabel. Gugurnya puluhan peserta secara massal ini memicu kecurigaan adanya desain sistematis untuk menyisakan dua pemain yang diduga telah dikondisikan sejak awal.
โFokus sorotan kini tertuju pada Kelompok Kerja (Pokja) Panitia Tender. Bungkamnya Pemerintah Kota Tangerang dalam menanggapi isu eliminasi massal ini justru mempertebal spekulasi publik bahwa terdapat “restu” dari pemangku kebijakan yang lebih tinggi.
โMengapa Ini Berbahaya bagi Publik?
โAnggaran Rp30 miliar merupakan uang rakyat yang seharusnya dikelola dengan prinsip efisiensi. Ketika kompetisi sehat dimatikan melalui rekayasa tender, risiko besar menanti:
โPemborosan Anggaran: Penawaran yang bertahan di angka 92-93% dari HPS (Harga Perkiraan Sendiri) menunjukkan tidak adanya upaya penghematan uang negara.
โAncaman Kualitas Bangunan: Proyek yang dimenangkan melalui “jalur pengaturan” kerap kali dibarengi dengan praktik kickback. Dampak sistemiknya adalah potensi pengurangan kualitas material bangunan yang sangat berisiko bagi fasilitas kesehatan.
โOpasitas Dokumen: Kelemahan fatal terletak pada sistem evaluasi administrasi dan teknis yang tertutup. Di wilayah strategis layanan kesehatan, transparansi dokumen justru berada di area “gelap gulita”.
โ”Jika kompetisi dibunuh di meja tender, maka kualitas layanan publik adalah korban pertamanya.”
โPola “The Rule of Two”
โBerdasarkan temuan Center for Budget Analysis (CBA) pada Desember 2025, pola yang terbaca adalah “The Rule of Two”. Dengan hanya menyisakan dua peserta dengan selisih harga yang sangat tipis, panitia seolah menciptakan ilusi kompetisi. Padahal, kuat dugaan salah satu peserta hanya berperan sebagai “pendamping” formalitas demi menggugurkan syarat administratif lelang.
โKesimpulan Kritis
โPembangunan fasilitas kesehatan seharusnya menjadi ladang pengabdian, bukan ladang bancakan. Jika Pemkot Tangerang terus bungkam dan Pokja tidak mampu membedah alasan gugurnya 66 perusahaan secara transparan, maka audit investigatif dari KPK menjadi harga mati.
โMasyarakat Tangerang tidak ingin RSUD Panunggangan Barat berdiri di atas fondasi yang rapuh akibat praktik korupsi yang terjadi sejak dalam “kandungan” proses tender.
Tim Prima
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
