Prabumulih, DN-II Sebuah temuan serius mengguncang tata kelola keuangan daerah di Prabumulih. Tim pemeriksa, yang diduga kuat dari BPK atau Inspektorat, mengungkap adanya kesalahan klasifikasi belanja (misklasifikasi) yang masif dan signifikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Total nilai penyimpangan mencapai angka fantastis: Rp44.529.740.110,00. (7/22/2025).
Jantung Masalah: Pertukaran Pos Belanja
Kesalahan fatal ini terjadi pada 22 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), berupa pertukaran pencatatan antara pos Belanja Modal (untuk aset tetap) dan Belanja Barang dan Jasa (B/J) (untuk pengeluaran habis pakai).
Penyimpangan Mayor: Pengeluaran yang seharusnya dicatat sebagai Belanja Modal, justru dicatat sebagai Belanja B/J senilai Rp37,63 Miliar.
Penyimpangan Minor: Sebaliknya, pengeluaran yang seharusnya B/J dicatat sebagai Modal senilai Rp6,89 Miliar.
Temuan ini didapat saat pemeriksaan lebih lanjut atas realisasi Belanja Modal sebesar Rp251 Miliar dan Belanja B/J sebesar Rp314 Miliar dalam satu periode fiskal. Contoh spesifik yang disorot adalah pekerjaan normalisasi sungai Kelekar di Dinas PUPR, yang seharusnya masuk kategori Belanja Modal, namun dicatat sebagai Belanja B/J.
Dampak Serius dan Ancaman Opini WDP
Pencatatan yang keliru ini bukan sekadar masalah administrasi, melainkan pelanggaran serius terhadap prinsip akuntansi pemerintahan.
Aset Daerah Hilang: Belanja Modal senilai Rp6,89 Miliar yang dicatat sebagai B/J berarti aset daerah, seperti jalan, gedung, dan peralatan, tidak tercatat semestinya dalam neraca. Hal ini menyulitkan inventarisasi dan membuka potensi penyalahgunaan aset.
Laporan Keuangan Distortif: Kesalahan klasifikasi ini disinyalir sebagai upaya “mempercantik” laporan. Misalnya, menggeser Belanja Modal ke B/J dapat membuat realisasi Belanja B/J terlihat tinggi, menciptakan gambaran kinerja yang tidak akurat.
Ancaman Opini BPK: Tingginya nilai misklasifikasi ini menunjukkan kelemahan mendasar dalam sistem penganggaran dan pengendalian internal. Konsekuensi terberat dari penyimpangan ini adalah potensi Pemerintah Daerah Prabumulih mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Pihak yang bertanggung jawab langsung atas kelalaian ini adalah:
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Kepala SKPD
Tim Perencanaan/Anggaran di daerah terkait.
Kelalaian ini bersumber dari proses perencanaan dan penatausahaan yang tidak cermat, di mana program yang menghasilkan aset (Modal) dimasukkan ke mata anggaran B/J, atau sebaliknya.
✅ Tindak Lanjut yang Wajib Dilakukan
Pemerintah Daerah Prabumulih didesak untuk segera mengambil langkah tegas:
Koreksi Pencatatan: Melakukan jurnal koreksi atas seluruh realisasi anggaran yang salah catat (misklasifikasi).
Sanksi Administratif: Memberikan sanksi administratif yang tegas kepada SKPD dan PPK yang terbukti lalai.
Penguatan Sistem: Melakukan pelatihan intensif dan penguatan sistem pengendalian internal guna memastikan misklasifikasi serupa tidak terulang di masa depan.
Tim Prima
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
