BREBES, DN-II Senyum masam terpancar dari wajah Pak Dayak, petani bawang senior di RT 04 RW 09 Desa Pesantunan Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes,Meski hamparan bawang merah hasil panennya tampak berkualitas tinggi, kenyataan pahit harus ia telan: harga pasar sedang tidak berpihak pada peluh keringatnya.
Pada musim panen kali ini, komoditas bawang merah mengalami penurunan harga yang signifikan. Dari yang sebelumnya sempat menyentuh angka Rp40.000 per kilogram, kini merosot tajam ke level Rp25.000 per kilogram. Penurunan drastis hingga hampir 40% ini membuat para petani dilema antara menjual rugi atau menyimpan hasil panen di gudang.
Kualitas Premium, Harga Minimum
Ironisnya, anjloknya harga terjadi justru saat alam memberikan hasil terbaiknya. Pak Dayak mengungkapkan bahwa kualitas bawang musim ini tergolong sangat baik dengan ciri khas warna “merah kelam” yang kuat. Dari lahan seluas satu prowolon, ia mampu menghasilkan sekitar satu ton bawang merah.
“Bawangnya lumayan bagus musim ini, merahnya kelam. Biasanya kalau harga stabil, satu lahan ini bisa laku sampai Rp30 juta. Tapi sekarang lebih baik dibawa pulang dulu daripada dijual murah karena tidak menutup modal,” ujar Pak Dayak pedih.
Tercekik Biaya Operasional dan Pupuk Non-Subsidi
Keresahan Pak Dayak bukan tanpa alasan. Keuntungan yang diharapkan menguap karena biaya produksi yang kian membengkak. Harga obat-obatan pertanian dan pupuk terus merangkak naik, sementara harga jual justru terjun bebas.
Masalah kian pelik bagi petani kecil. Meski sudah puluhan tahun bergelut di lumpur sawah, Pak Dayak mengaku belum memiliki Kartu Tani. Alhasil, aksesnya terhadap pupuk subsidi seperti Kujang sangat terbatas.
“Pupuk dan obat-obatan mahal sekali. Saya hanya bisa beli eceran untuk pupuk subsidi, paling dijatah 20 kilo dengan harga Rp4.000-an. Padahal untuk lahan ini, kebutuhannya bisa sampai satu kuintal. Sisanya? Ya terpaksa beli non-subsidi yang harganya jauh lebih tinggi,” keluhnya.
Menanti Solusi Nyata
Bagi petani di Sampulungan, fluktuasi harga memang menjadi “makanan” tahunan. Namun, kombinasi antara harga jual yang rendah dan sulitnya akses sarana produksi murah menjadi beban ganda yang kian menghimpit kesejahteraan mereka.
Masyarakat petani di Desa Sampulungan kini menaruh harapan besar pada pemerintah daerah. Mereka mendambakan sistem distribusi pupuk subsidi yang lebih inklusif bagi petani senior tanpa birokrasi yang rumit, serta adanya intervensi pasar untuk menjaga stabilitas harga bawang merah agar tidak terus merugikan produsen lokal.
Reporter: Teguh
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
