BANYUWANGI, DN-II Eksploitasi emas di Gunung Tumpang Pitu oleh PT Bumi Suksesindo (BSI) kini berada di titik nadir kredibilitas lingkungan. Di balik gemerlap emas yang dihasilkan, terjadi penghancuran sistematis terhadap infrastruktur geologi alami yang berfungsi sebagai benteng pertahanan bencana bagi masyarakat pesisir selatan Banyuwangi. (22/12/2025).
1. Pelanggaran Fungsi Ekosistem dan Alih Fungsi Lahan
Gunung Tumpang Pitu awalnya merupakan kawasan Hutan Lindung. Perubahan statusnya menjadi hutan produksi demi pertambangan dinilai mengabaikan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 38 ayat (4) yang melarang pertambangan dengan pola terbuka (open pit) di hutan lindung. Meskipun legitimasi hukum diberikan melalui SK Menhub, hal ini tetap mencederai semangat konservasi.
2. Ancaman Keselamatan Jiwa dan Mitigasi Bencana
Sebagai wilayah rawan tsunami, penghancuran Gunung Tumpang Pitu melanggar esensi UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Pasal 35: Mewajibkan pemerintah melakukan mitigasi bencana baik secara struktural maupun fisik.
Menghilangkan gunung yang berfungsi sebagai natural barrier (pelindung alami) adalah bentuk kegagalan negara dalam melindungi warga dari ancaman tsunami yang nyata di pesisir selatan Jawa.
3. Kerusakan Wilayah Pesisir dan Ruang Hidup Nelayan
Aktivitas peledakan dan sedimentasi material tambang ke laut telah merusak terumbu karang di Pancer dan Pulau Merah. Hal ini bertentangan dengan:
UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 35 huruf (k): Melarang pembuangan limbah atau material yang merusak ekosistem pesisir.
Dampak: Nelayan tradisional kehilangan ruang tangkap (fishing ground), yang merupakan pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat dan lokal.
4. Pengabaian Prinsip Kehati-hatian (Precautionary Principle)
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), setiap usaha wajib mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Pasal 2: Menegaskan bahwa perlindungan lingkungan harus berasaskan keselamatan, keberlanjutan, dan keanekaragaman hayati.
Suspensi IUP Eksplorasi PT Damai Suksesindo (anak usaha MDKA) oleh Kementerian ESDM hingga 10 Oktober 2025 menjadi bukti adanya ketidakberesan dalam tata kelola operasional yang berisiko tinggi bagi lingkungan.
Analisis Aktor dan Dampak Multidimensi:
Komponen Deskripsi Analisis
Pelaksana PT Bumi Suksesindo (BSI) & PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).
Regulator Mantan Bupati Banyuwangi (pemberi izin awal) serta Pemerintah Pusat (pemberi legitimasi alih fungsi hutan).
Korban Nelayan Pancer, Mustika, dan Pulau Merah yang kehilangan kedaulatan ekonomi dan pelindung nyawa.
Lokasi Kawasan Hutan Gunung Tumpang Pitu hingga ekosistem bawah laut perairan selatan.
Kesimpulan: Tragedi di Balik Berkilau Emas
Kasus Tumpang Pitu adalah bukti nyata dari “Malpraktik Kebijakan”. Negara seolah memberikan izin kepada korporasi untuk merobohkan “tembok rumah” penghuninya sendiri demi mengambil butiran emas di dalamnya.
Secara hukum, jika terjadi bencana akibat hilangnya benteng alami ini, pemerintah dan korporasi dapat digugat berdasarkan Pasal 87 UU PPLH mengenai ganti rugi atas pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Ketika tsunami berikutnya datang, negara tidak bisa lagi menyalahkan alam jika perlindungan alaminya telah dijual atas nama investasi.
Tim Prima
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
