CILACAP, DN-II Proyek vital Pembangunan Irigasi Air Tanah Dangkal untuk Kelompok Tani (Kt.) Karya Manunggal di Desa Layansari, Kecamatan Gandrungmangu, kini menjadi sorotan tajam. Selain pengerjaannya yang melampaui batas waktu kontrak (deadline), sikap para pejabat di Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap yang terkesan saling lempar tanggung jawab memicu polemik terkait transparansi dan akuntabilitas anggaran publik.
Deadline Terlewati, Kontraktor Langgar Kontrak
Proyek yang dikerjakan oleh CV. Bintang Surya Kencana Cilacap ini seharusnya rampung pada 15 November 2025. Namun, hingga pertengahan Desember, pekerjaan masih berlangsung dengan progres yang sangat lambat.
Dimas, selaku Konsultan Pengawas, menyatakan kekecewaannya. Ia mengaku telah berulang kali melayangkan teguran tertulis, namun tidak mendapat respons positif. “Kontraktor terkesan โmembandelโ. Progres pekerjaan sangat lelet dan tidak menunjukkan profesionalisme, padahal deadline sudah jauh terlampaui,” ujar Dimas.
Keterlambatan ini secara hukum merupakan bentuk Wanprestasi. Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) huruf f Perpres No. 12 Tahun 2021, penyedia yang tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda keterlambatan. 
Manajemen Tertutup dan Sulit Dikonfirmasi
Pihak pelaksana lapangan, Riyan, dari CV. Bintang Surya Kencana, memilih menghindar saat dikonfirmasi awak media. “Maaf, saya lagi sibuk dan masih ada urusan kantor,” cetusnya singkat sebelum mematikan telepon.
Sikap tertutup ini dinilai mencederai semangat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, mengingat proyek tersebut dibiayai oleh uang negara yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Pejabat Dinas Pertanian “Saling Lempar Bola”
Ironisnya, saat dikonfirmasi, terjadi aksi saling lempar tanggung jawab antara Kepala Bidang (Kabid) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pertanian Cilacap. Kabid berdalih hal itu bukan kewenangannya, sementara PPK justru mengarahkan kembali ke Kabid dengan alasan tidak mengurusi irigasi.
Secara regulasi, dalih tersebut berbenturan dengan Pasal 11 Perpres 12/2021 yang menegaskan bahwa PPK memiliki tugas dan kewenangan penuh dalam mengendalikan Kontrak dan melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Catatan Redaksi: Sikap saling lempar tanggung jawab ini mengindikasikan lemahnya fungsi pengawasan internal di Dinas Pertanian Cilacap, yang berpotensi melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).
Desakan Tindakan Tegas dan Sanksi Blacklist
Masyarakat dan para petani di Desa Layansari kini merasa khawatir proyek irigasi yang krusial bagi produktivitas lahan mereka akan terbengkalai. Menanggapi hal ini, berbagai pihak mendesak Pemerintah Kabupaten Cilacap untuk menerapkan aturan secara kaku:
Denda Keterlambatan: Sesuai pasal 79, penyedia wajib membayar denda sebesar 1/1000 (satu permil) dari nilai kontrak untuk setiap hari keterlambatan.
Pemutusan Kontrak: Jika penyedia dinilai tidak mampu menyelesaikan, PPK berhak memutus kontrak secara sepihak.
Sanksi Daftar Hitam (Blacklist): Berdasarkan Peraturan LKPP No. 4 Tahun 2021, penyedia yang diputus kontraknya karena kesalahan profesional dapat dikenakan sanksi daftar hitam selama 1 tahun.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada langkah konkret dari Kepala Dinas Pertanian Cilacap untuk menengahi kemacetan komunikasi antara jajarannya guna memastikan hak-hak petani di Desa Layansari terpenuhi.
(Team Redaksi)
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
