OPINI: Menjaga Marwah, Merawat Integritas — Mahalnya Sebuah Kata ‘Nanti’
Oleh: Redaksi/Kontributor, Minggu – 28 Desember 2025.
WWWW.DETIK-NASIONAL.COM Dalam riuh rendah interaksi sosial modern, kalimat seperti “Nanti saya kabari” atau “Kapan-kapan kita kopi darat” sering kali meluncur tanpa beban. Sayangnya, deretan kata manis ini kerap hanya menjadi dekorasi percakapan—sebuah basa-basi tanpa nyawa yang berakhir tanpa realisasi. Fenomena ini mencerminkan pergeseran nilai yang mengkhawatirkan: ketika kata-kata mulai kehilangan bobot sakralnya.
Padahal, jika ditinjau dari kacamata integritas, janji bukanlah sekadar ornamen bibir. Ia adalah komitmen moral yang mengikat secara mutlak. Saat seseorang berjanji, ia sedang mempertaruhkan aset paling berharga dalam hubungan manusia: Kepercayaan. Dalam hukum alam yang tak terelakkan, setiap pengingkaran akan memicu hukum sebab-akibat yang pada akhirnya akan meruntuhkan reputasi pelakunya sendiri.
Janji Adalah Hutang Ekspektasi
Secara psikologis, setiap janji yang diucapkan secara otomatis membangun “jembatan ekspektasi” di benak lawan bicara. Tidak peduli seberapa remeh skalanya—apakah sekadar membalas pesan WhatsApp atau janji pertemuan formal—ucapan tersebut menciptakan harapan yang nyata.
Masalah mendasar muncul ketika janji hanya menjadi “angin surga”. Saat komitmen diingkari, jembatan ekspektasi itu runtuh seketika. Dampaknya bukan sekadar kekecewaan sesaat, melainkan pengikisan rasa hormat secara permanen. Prinsipnya sederhana namun fundamental: Jangan menjanjikan apa pun jika Anda tidak memiliki niat atau kapasitas untuk menepatinya.
Kepercayaan: Komoditas Mewah yang “Sekali Pakai”
Dalam sosiologi masyarakat, kepercayaan (trust) adalah komoditas yang mahal sekaligus rapuh. Menariknya, kepercayaan sering kali tidak hancur karena satu hantaman kesalahan besar, melainkan karena akumulasi “retakan-retakan kecil” dari janji-janji sepele yang terus-menerus diingkari.
Bagi mereka yang memegang teguh prinsip integritas, kepercayaan memiliki dua sifat absolut: 
Sekali Dikhianati, Selamanya Berbekas: Rasa percaya bisa luntur seketika, tanpa memandang sekecil apa pun konteks pengingkarannya.
Sulit Dipulihkan: Memperbaiki kepercayaan yang ternoda jauh lebih melelahkan daripada membangun hubungan baru dari titik nol.
Menuju Masyarakat Berintegritas
Sudah saatnya kita memutus pola komunikasi toksik ini. Menggunakan janji sebagai alat instan untuk menyenangkan orang lain atau sekadar mengakhiri pembicaraan agar tidak canggung adalah bentuk ketidakjujuran yang halus namun merusak.
“Lebih terhormat berkata ‘Tidak’ atau ‘Mohon maaf, saya belum bisa’ daripada mengumbar komitmen palsu demi kenyamanan sesaat.”
Pada akhirnya, harga diri seseorang tidak diukur dari seberapa manis tutur katanya, melainkan dari presisi antara ucapan dan tindakan. Integritas adalah satu-satunya harta yang tetap melekat bahkan ketika atribut duniawi lainnya tanggal. Menjaga marwah kata adalah langkah awal yang nyata untuk menjadi manusia bermartabat di tengah krisis kejujuran yang melanda saat ini. (**)
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
