JOMBANG, DN-II Proyek revitalisasi Pasar Ploso Kabupaten Jombang menyisakan duka bagi para pedagang kecil. Alih-alih membawa kesejahteraan, pembagian kios di gedung baru justru dinilai sarat ketimpangan dan jauh dari asas transparansi.
Terjadi aksi protes oleh pedagang buah Pasar Ploso yang merasa terpinggirkan dari proses pembagian kios hasil revitalisasi. Para pedagang membentangkan spanduk bernada pilu sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagrin) Jombang yang dianggap diskriminatif.
Pedagang buah asal Desa Rejoagung yang menjadi motor aksi protes.
Pihak yang mengeluarkan surat edaran pembongkaran lapak tanpa memberikan kepastian kios yang setara.
Kuasa hukum yang mengadvokasi pedagang dan menduga adanya praktik tidak transparan dalam birokrasi daerah.
Pihak yang dituju oleh pedagang untuk melakukan intervensi kebijakan.
Aksi ini berlangsung di lapak pedagang Pasar Ploso, Jombang, Jawa Timur. Lokasi konflik berfokus pada pembagian gedung baru di sisi timur jalan, sementara pedagang kecil “dibuang” ke pasar komunitas di sisi barat jalan.
Ketegangan memuncak pasca terbitnya surat edaran pembongkaran lapak tertanggal 24 Desember 2025. Hingga akhir Desember 2025, ketidakpastian nasib pedagang terus berlanjut tanpa solusi konkret dari pemerintah daerah.
Pedagang menuntut keadilan dan transparansi. Mereka mempertanyakan kriteria pembagian kios yang terkesan hanya memihak pedagang bermodal besar.
Apakah karena kami dianggap tidak punya modal besar sehingga harus dipindah ke pasar komunitas yang berbeda fungsi? Ini bukan solusi, ini pengusiran secara halus,” tegas Yusuf Effendi.
Karena komunikasi di tingkat kabupaten menemui jalan buntu, para pedagang menempuh dua jalur perjuangan:
Mengajukan surat hearing (dengar pendapat) kepada DPRD Jawa Timur dan melaporkan dugaan penyimpangan ke Inspektorat Jawa Timur.
Jika di tingkat provinsi tetap bungkam, para pedagang bertekad melakukan aksi “Long March” atau pengaduan langsung ke Pemerintah Pusat di Jakarta.
Rilis ini menyoroti adanya aroma diskriminasi ekonomi. Revitalisasi fisik pasar tidak dibarengi dengan revitalisasi manajemen yang manusiawi. Pemindahan pedagang buah ke pasar sayur/ikan di lokasi yang berbeda bukan hanya soal pindah tempat, tapi berisiko mematikan ekosistem dagang yang sudah mereka bangun bertahun-tahun.
Lembaga Bantuan Hak Asasi Manusia (LBHAM)
Tim Redaksi
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
