BREBES, DN-II Pemandangan bangku tunggu yang sesak sejak fajar menyingsing seolah telah menjadi potret permanen di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Brebes. Keluhan pasien mengenai antrean yang mengular serta jam praktik dokter spesialis yang kerap terlambat kembali mencuat, memicu diskusi hangat mengenai kualitas pelayanan kesehatan publik di penghujung tahun (31/12/2025).
Di balik tumpukan berkas dan wajah lelah para pasien, tersimpan kompleksitas sistemik yang menuntut solusi nyata dari pihak manajemen rumah sakit.
Dilema Infrastruktur dan Teka-Teki Jam Praktik
Wacana pemisahan alur pelayanan antara pasien umum dan peserta BPJS Kesehatan sering kali mencuat sebagai solusi. Namun, rencana ini kerap membentur keterbatasan infrastruktur. Mayoritas gedung RSUD saat ini beroperasi dengan kapasitas yang sudah melampaui batas (overload), memaksa pasien dari berbagai latar belakang pembiayaan berdesakan di ruang tunggu yang sama.
Selain masalah ruang, “misteri” kursi dokter yang kosong hingga pukul 10.00 pagi menjadi titik utama frustrasi pasien. Berdasarkan analisis lapangan, fenomena ini biasanya dipicu oleh tiga faktor objektif:
Prioritas Visite: Dokter spesialis wajib melakukan kunjungan ke ruang rawat inap atau menangani operasi darurat sebelum ke poliklinik.
Regulasi Tiga Tempat: Izin praktik dokter di maksimal tiga faskes berbeda menciptakan jadwal yang sangat ketat di tengah mobilitas antar-kota.
Defisit Tenaga Medis: Belum idealnya rasio jumlah dokter spesialis di RSUD membuat sistem pelayanan rentan lumpuh jika satu dokter terhambat tindakan darurat.
Perspektif Medis: Solusi Dua Poliklinik
Seorang dokter spesialis yang bertugas di wilayah Pekalongan memberikan pandangannya saat ditemui awak media di sela perjalanannya menuju Cirebon. Meski enggan disebutkan namanya, ia menekankan pentingnya segregasi atau pemisahan fisik pelayanan.
“Solusi yang paling memungkinkan adalah membuka dua poliklinik berbeda untuk memisahkan pasien umum dan BPJS agar tidak terjadi penumpukan di satu titik,” ujarnya.
Terkait jam praktik, ia menilai kehadiran dokter pada pukul 10.00 pagi secara regulasi masih memungkinkan, mengingat tanggung jawab dokter spesialis yang kerap terbagi di beberapa tempat. “Solusi lainnya adalah pihak rumah sakit menyediakan dua dokter untuk spesialisasi yang sama. Namun, konsekuensinya rumah sakit harus siap secara anggaran untuk menggaji dua dokter tersebut. Intinya tinggal mencari titik temu antara prioritas pasien dan aturan yang berlaku,” tambahnya.
Respon Manajemen RSUD Brebes
Menanggapi keluhan masyarakat yang terus bergulir, manajemen RSUD Brebes menyatakan komitmennya untuk melakukan pembenahan. Plt. Direktur RSUD Brebes, Imam Budi Santoso, menegaskan bahwa pihaknya tengah mengkaji langkah-langkah strategis untuk mengurai permasalahan ini.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana RSUD Brebes, Miftahul Jannan, menyambut baik kritik dan masukan dari masyarakat sebagai bahan evaluasi. “Terima kasih atas masukannya, semoga bisa segera kami perbaiki ke depannya,” singkat Miftah.
Kesimpulan: Reformasi yang Mendesak
Memperbaiki wajah RSUD bukan sekadar soal menambah kursi, melainkan tentang reformasi manajemen antrean berbasis digital, penambahan rasio tenaga medis, dan transparansi komunikasi. Masyarakat tidak hanya membutuhkan pengobatan, tetapi juga pelayanan yang memanusiakan. Selama kesenjangan antara volume pasien dan ketersediaan tenaga medis belum teratasi, antrean panjang akan terus menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Brebes.
Reporter: Teguh
Editor: Casroni
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
