BREBES, DETIK-NASIONAL.COM II Administratur Kesatuan Pemangkuan Hutan (Asper) Perhutani Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Paguyangan, Brebes, mengambil langkah cepat untuk meredam potensi “Aksi Sijampang 212” yang akan dilakukan massa. (1/12/2025).
Perhutani langsung melayangkan surat undangan mediasi kepada perwakilan masyarakat, pemerintah daerah, dan aparat keamanan.
Pertemuan krusial ini dijadwalkan hari ini, Senin, 1 Desember 2025, di Kantor Kecamatan Paguyungan, untuk mencari solusi atas konflik lahan di Petak 24 yang menjadi pemicu utama rencana aksi massa tersebut. Mediasi ini diharapkan dapat mencegah eskalasi konflik antara Perhutani dan warga penggarap.
Detail Agenda dan Pihak yang Diundang
Surat undangan resmi bernomor 014/052.3/Pgy/Pkb/2025 yang diterbitkan di Bumiayu pada 30 November 2025, memanggil seluruh pihak yang berkepentingan untuk hadir.
Pelaksanaan mediasi:
Hari/Tanggal: Senin, 1 Desember 2025
Waktu: Pukul 09.00 WIB
Tempat: Kantor Kecamatan Paguyangan
Kepala BKPH Paguyangan, Sugiharto, mengundang sejumlah tokoh kunci untuk memastikan semua perspektif terwakili, meliputi:
Camat Paguyangan, Kapolsek, dan Danramil Paguyangan.
Kepala Desa Pandansari, Ragatunjung, dan Cipetung.
Koordinator Aksi Sijampang 212 dan Ketua BPD dari masing-masing desa.
Secara spesifik, Sugiharto meminta Kepala Desa Pandansari untuk menghadirkan warga penggarap di petak 24 ke lokasi mediasi. Kehadiran mereka dianggap vital untuk mencari titik temu dan solusi yang berkeadilan.
Latar Belakang Konflik dan Penekanan Hukum
Walaupun tuntutan resmi dari Koordinator Aksi Sijampang 212 belum dipublikasikan, konflik terkait dugaan perambahan dan sengketa lahan hutan di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) kerap menjadi latar belakang aksi serupa.
Dalam upaya mediasi, Perhutani juga menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi yang mengatur perlindungan hutan dan lingkungan hidup. Beberapa dasar hukum yang relevan mencakup:
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan: Secara tegas melarang perambahan kawasan hutan, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH: Mengatur pencegahan kerusakan lingkungan, dengan ancaman pidana 3-15 tahun dan denda hingga Rp 10 miliar.
Mediasi ini menjadi forum penting untuk dialog konstruktif, dengan tujuan mencegah potensi konflik yang lebih luas, serta mencari solusi yang adil, berkelanjutan, dan sesuai dengan koridor hukum demi menjaga fungsi hutan sekaligus memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
Red/Teguh
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
