BENGKULU, DN-II SELASA (6/12/2025) – Konflik antara warga Jalan Sudirman, Kota Bengkulu, dan manajemen restoran Mie Gacoan memanas. Warga secara tegas menolak surat kesepakatan yang diajukan oleh pihak manajemen terkait dugaan pencemaran limbah resto yang merusak sumur warga. Penolakan ini dipicu oleh kecurigaan adanya upaya suap berupa tawaran amplop, serta skema pembagian biaya untuk pembangunan sumur bor baru yang dianggap merugikan warga.
Janji Kosong dan Skema Bagi Biaya yang Ditolak
Sebelumnya, warga terdampak, Ahmad Rifai, mengaku telah melaporkan masalah ini kepada manajemen resto namun tidak mendapat tanggapan serius. Respon baru muncul setelah kasus dugaan pencemaran limbah ini menjadi viral di media sosial dan diberitakan.
Manajemen Mie Gacoan kemudian datang dengan empat poin penanganan awal: pengurasan sumur, penyediaan air bersih sementara, perbaikan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang bocor, dan pembangunan sumur bor baru.
Namun, alih-alih menyelesaikan masalah, seorang oknum dari pihak resto justru menyodorkan klausul yang dinilai janggal: biaya pembangunan sumur bor baru harus dibagi dua antara pihak resto dengan warga terdampak.
Warga Tolak Amplop dan Desakan Tutup Mulut
Selain tawaran bagi biaya, dugaan intervensi untuk meredam pemberitaan juga mencuat. Rifai mengungkapkan adanya upaya persuasi yang disertai tawaran uang.
“Lagi-lagi, mereka meminta saya tidak menghubungi media lagi dan memberikan amplop titipan dari pusat. Saya tolak mentah-mentah,” tegas Rifai kepada awak media, mengindikasikan upaya ‘jalan pintas’ untuk meredam masalah.
Penolakan ini semakin memperuncing kecurigaan warga terhadap keseriusan manajemen Mie Gacoan dalam bertanggung jawab penuh. Warga bersikeras hak mereka harus dilindungi tanpa adanya upaya bagi-bagi biaya atas kerugian yang mereka alami.
Ancaman Pidana dan Sanksi Penutupan
Hingga berita ini diturunkan, manajemen Mie Gacoan belum memberikan pernyataan resmi mengenai penolakan kesepakatan dan dugaan tawaran amplop.
Kasus dugaan pencemaran lingkungan ini berpotensi besar masuk ke ranah hukum. Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), pihak yang terbukti sengaja membuang limbah berbahaya tanpa izin dapat diancam pidana penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp15 miliar.
Secara regulasi, setiap usaha wajib memiliki IPAL dan izin pembuangan limbah sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 68 Tahun 2016. Jika terbukti melanggar, Mie Gacoan tidak hanya menghadapi denda, tetapi juga berisiko tinggi menghadapi sanksi administrasi hingga penutupan operasional oleh pemerintah daerah.
Saat ini, warga terdampak tetap menunggu tindak lanjut serius dan pertanggungjawaban penuh dari pihak resto, serta bersiap membawa kasus ini ke jalur hukum jika tidak ada penyelesaian yang adil.
Tim Prima
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
