LAMONGAN, DN-II Kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan Tahun Anggaran 2025 (APBD Murni) menunjukkan anomali ekstrem menjelang akhir tahun, memicu pertanyaan serius mengenai kualitas perencanaan dan eksekusi anggaran daerah. Data terbaru Postur APBD per 5 Desember 2025 menunjukkan adanya ketimpangan mencolok antara ledakan pendapatan di satu pos dan kegagalan penyerapan ratusan miliar Belanja Daerah. (6/12/2025).
Retribusi Melonjak, Pendapatan Lain Mangkrak
Salah satu temuan paling mengejutkan adalah realisasi Retribusi Daerah yang mencapai Rp 240,15 Miliar, melonjak fantastis hingga 1.289,41% dari target awal yang hanya Rp 18,62 Miliar. Selisih kelebihan realisasi mencapai Rp 221,53 Miliar.
“Anomali Retribusi Daerah sebesar 1.289% ini harus segera diklarifikasi. Ini bisa mengindikasikan kelalaian fatal dalam perencanaan anggaran awal atau penargetan pendapatan yang sengaja direndahkan, yang pada akhirnya merusak kredibilitas postur anggaran daerah.”
Namun, di sisi lain, realisasi Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah justru mangkrak, hanya mencapai 19,33% atau Rp 68,20 Miliar dari target Rp 352,83 Miliar. Ini berarti Pemkab Lamongan gagal mengumpulkan potensi pendapatan sebesar Rp 284,63 Miliar di pos ini.
Belanja Publik Mandek: Rp 768,67 Miliar Gagal Terealisasi
Anomali paling meresahkan terletak pada rendahnya penyerapan anggaran belanja. Total Belanja Daerah Lamongan hingga awal Desember 2025 baru terealisasi 76,42% (Rp 2.491,43 Miliar dari total anggaran Rp 3.260,10 Miliar).
Angka ini menyisakan dana publik sebesar Rp 768,67 Miliar yang tidak terserap atau tertunda.
Rendahnya penyerapan belanja ini menjadi indikasi bahwa ratusan miliar program pembangunan, pelayanan publik, dan kegiatan strategis di seluruh wilayah Kabupaten Lamongan gagal direalisasikan tepat waktu. Kondisi ini berpotensi besar menghambat pertumbuhan ekonomi lokal dan menurunkan kualitas hidup masyarakat Lamongan.
Surplus Semu dan Tuntutan Akuntabilitas
Meskipun data menunjukkan adanya surplus realisasi sebesar Rp 391,57 Miliar (Pendapatan Rp 2.883,00 M – Belanja Rp 2.491,43 M), para analis menyebut ini sebagai surplus semu.
Surplus ini bukan berasal dari efisiensi yang direncanakan, melainkan dari kegagalan membelanjakan uang publik sesuai rencana. Dana yang tidak terserap ini dipastikan akan menjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) yang menumpuk, bukannya beredar dan menggerakkan roda perekonomian lokal.
Pemerintah Kabupaten Lamongan, khususnya Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dituntut bertanggung jawab penuh atas disparitas data dan rendahnya penyerapan belanja ini.
Tuntutan Klarifikasi Publik:
Klarifikasi Detail: Pemkab Lamongan harus segera mengklarifikasi secara terbuka anomali Retribusi Daerah (1.289,41%) dan kegagalan mencapai target Lain-Lain PAD yang Sah (19,33%).
Dampak Sektor: Pemkab wajib menjelaskan secara rinci mengapa Rp 768,67 Miliar Belanja Daerah gagal terealisasi, dan apa dampak spesifik kegagalan ini pada sektor-sektor kunci seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur yang didanai melalui Belanja Barang & Jasa atau Belanja Modal.
Evaluasi TAPD: Perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja TAPD terkait kualitas penyusunan anggaran. Perencanaan yang buruk di awal tahun menjadi akar masalah eksekusi yang gagal di akhir tahun.
Data ini mencerminkan realisasi anggaran periode Januari hingga Desember 2025 (data diterima SIKD per 05 Desember 2025) dan berlaku untuk seluruh wilayah Kabupaten Lamongan.
#APBDLamongan2025 #KritikAnggaran #AkuntabilitasPublik
Tim Redaksi Prima
Eksplorasi konten lain dari Detik Nasional.Com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
